budiman
Minggu, 29 Desember 2019
Senin, 02 Desember 2019
Minggu, 01 Desember 2019
Minggu, 17 November 2019
Senin, 11 November 2019
KELASIFIKASI BANDAR UDARA PEMERINTAH MAUPUN SWASTA
Bandar udara dibawah kementerian
Direktorat
Jenderal Perhubungan Udara (bahasa Inggris: Directorate General of Civil Aviation (DGCA)) adalah unsur pelaksana sebagian tugas dan
fungsi Kementerian
Perhubungan Indonesia, yang berada di
bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri
Perhubungan[1]. Direktorat Jenderal Perhubungan Udara dipimpin oleh
Direktur Jenderal[1]. Direktorat Jendral Perhubungan Udara mempunyai tugas
merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang
perhubungan udara[1]. Direktorat Jendral Perhubungan Udara menangani administrasi
dan penataan penerbangan sipil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
·
Sejarah
Penerbangan
Indonesia dari masa ke masa
Tahun 1913: Penerbangan Pertama di Indonesia
Pada tanggal 19 Februari 1913 seorang penerbang asal Belanda bernama J.W.E.R
Hilger berhasil menerbangkan sebuah pesawat jenis Fokker dalam kegiatan pameran
yang berlangsung di Surabaya. Penerbangan tersebut tercatat sebagai penerbangan
pertama di Hindia Belanda (sekarang Indonesia) meskipun berakhir dengan
terjadinya kecelakaan namun tidak menewaskan penerbangnya.
1924: Penerbangan pertama dari Belanda ke Jakarta
Dengan adanya prospek yang baik bagi
penerbangan sipil maupun militer di Indonesia, maka pada tanggal 1 Oktober 1924
sebuah pesawat jenis Fokker F-7 milik maskapai penerbangan Belanda mencoba
melakukan penerbangan dari Bandara Schiphol Amsterdam ke Batavia (sekarang Jakarta). Penerbangan
yang penuh petualangan tersebut membutuhkan waktu selama 55 hari dengan
berhenti di 19 kota untuk dapat sampai di Batavia dan berhasil mendarat di lapangan
terbang Cililitan yang
sekarang dikenal dengan Bandar
Udara Halim Perdanakusuma.
1928: Rintisan Rute Penerbangan di Indonesia
Pada tanggal 1 November 1928 di Belanda telah
berdiri sebuah perusahaan patungan KNILM (Koninklijke
Nederlandsch Indische Luchtvaart Maatschappij) yang terbentuk atas
kerjasama Deli Maatschappij,
Nederlandsch Handel Maatschappij, KLM, Pemerintah Hindia Belanda dan
perusahaan-perusahaan dagang lainnya yang mempunyai kepentingan di Indonesia.
Dengan mengoperasikan pesawat jenis Fokker-F7/3B, KNILM membuka rute
penerbangan tetap Batavia-Bandung sekali seminggu dan selanjutnya membuka rute
Batavia-Surabaya dengan transit di Semarang sekali setiap hari. Setelah
perusahaan ini mampu mengoperasikan pesawat udara yang lebih besar seperti
Fokker-F 12 dan DC-3 Dakota, rute penerbangan pun
bertambah yaitu Batavia-Palembang-Pekanbaru-Medan bahkan sampai ke Singapura seminggu
sekali.
1929: Awal mula penerbangan berjadwal di Indonesia
Dengan suksesnya penerbangan pertama Belanda
ke Jakarta, masih diperlukan lima tahun lagi untuk dapat memulai penerbangan
berjadwal. Penerbangan tersebut dilakukan oleh perusahaan penerbangan KLM
(Koninklijke Luchtvaart Maatschappij) menggunakan pesawat Fokker F-78 bermesin
tiga yang dipakai untuk mengangkut kantong surat. Kemudian pada tahun 1931
jenis pesawat yang dipakai diganti dengan jenis Fokker-12 dan Fokker-18 yang
dilengkapi dengan kursi agar dapat mengangkut penumpang.
1949: Asal nama Garuda Indonesia Airways
Pada tanggal 25 Desember 1949, Dr.
Konijnenburg, mewakili KLM menghadap dan melapor kepada Presiden Soekarno
di Yogyakarta bahwa KLM Interinsulair
Bedrijf akan diserahkan kepada pemerintah sesuai dengan
hasil Konferensi Meja
Bundar (KMB) dan meminta presiden memberi nama bagi perusahaan
tersebut karena pesawat yang akan membawanya dari Yogyakarta ke Jakarta nanti
akan dicat sesuai nama itu.
Menanggapi hal tersebut, Presiden Soekarno
menjawab dengan mengutip satu baris dari sebuah sajak bahasa Belanda gubahan
pujangga terkenal, Raden Mas Noto
Soeroto pada zaman kolonial, "Ik ben Garuda, Vishnoe's
vogel, die zijn vleugels uitslaat hoog boven uw eilanden" ("Aku
adalah Garuda, burung milik Wisnu yang membentangkan sayapnya
menjulang tinggi diatas kepulauanmu"). Pada tanggal 28 Desember 1949,
terjadi penerbangan bersejarah pesawat DC-3 dengan registrasi PK-DPD milik KLM
Interinsulair yang membawa Presiden Soekarno dari Yogyakarta ke Kemayoran,
Jakarta untuk pelantikan sebagai Presiden
Republik Indonesia Serikat (RIS) dengan logo dan nama
baru, Garuda Indonesia
Airways, pemberian Presiden Soekarno kepada perusahaan penerbangan
pertama ini.
Tahun 1952: Pembentukan Djawatan Penerbangan Sipil
Pada tahun 1952 pemerintah membentuk “Djawatan
Penerbangan Sipil” yang saat itu bertanggungjawab kepada Kementerian
Perhubungan Udara, tugas dan tanggung jawabnya adalah menangani administrasi
pemerintahan, pengusahaan dan pembangunan bidang perhubungan udara, Djawatan
Penerbangan Sipil ini merupakan cikal bakal Direktorat Jenderal Perhubungan
Udara saat ini.
Tahun 1963: Direktorat Penerbangan Sipil
Pada tahun 1963 Djawatan Penerbangan sipil
diubah nama menjadi Direktorat Penerbangan Sipil seiring dengan perkembangan
dunia usaha penerbangan.
Tahun 1969: Direktorat Jenderal Perhubungan Udara
Untuk mendorong perkembangan dunia usaha
penerbangan yang semakin baik pada pemerintahan Orde Baru telah membentuk
Direktorat Jenderal Perhubungan Udara pada tahun 1969 guna menyesuaikan
kebutuhan dan pemanfaatannya sebagai pengganti dan penyempurnaan Direktorat
Penerbangan Sipil dengan struktur organisasi terdiri dari Sekretariat
Direktorat Jenderal, Direktorat Angkutan Udara Sipil, Direktorat Keselamatan
Penerbangan dan Direktorat Fasilitas Penerbangan.
Pada tahun 1974 struktur organisasi Direktorat
Jenderal Perhubungan Udara disempurnakan menjadi Sekretariat Direktorat
Jenderal, Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan Udara, Direktorat Keselamatan
Penerbangan, Direktorat Pelabuhan Udara dan Direktorat Telekomunikasi Navigasi
Udara & Listrik.
Penerbangan Indonesia terus berkembang bukan
hanya bidang lalu lintas dan angkutan udara saja namun sudah mulai dengan
perkembangan industri pembuatan pesawat terbang sehingga diantisipasi dengan
pembentukan direktorat khusus yang menangani kelaikan udara berstandar
internasional, pemerintah mengeluarkan KM 58 Tahun 1991 mengenai penyesuaian
struktur organisasi Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, strukturnya terdiri
dari Sekretariat Direktorat Jenderal, Direktorat Angkutan Udara, Direktorat
Keselamatan Penerbangan, Direktorat Teknik Bandar Udara, Direktorat Fasilitas
Elektronika dan Listrik dan Direktorat Sertifikasi Kelaikan Udara.
1978: Sentra Operasi Keselamatan Penerbangan (SENOPEN)
Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan
nomor KM 50/OT/Phb-78, tentang Susunan organisasi dan tata kerja pelabuhan
udara dan Sentra Operasi Keselamatan Penerbangan (SENOPEN), terbentuk kantor
SENOPEN di Medan, Pekanbaru, Palembang, Surabaya, Denpasar, Makassar dan Biak.
Fungsi unit kerja kantor SENOPEN adalah pemberian pelayanan navigasi
penerbangan.
Struktur Organisasi
Kementerian Perhubungan Indonesia
o Sekretariat Direktorat Jendral Perhubungan Udara
§ Direktorat Angkutan Udara
§ Direktorat Bandar Udara
§ Direktorat Keamanan Penerbangan
§ Direktorat Navigasi Penerbangan
§ Direktorat Kelaikan dan Pengoperasian Pesawat Udara
§ Otoritas Bandar
Udara
§ Balai-Balai
§ Unit
Pelaksana Teknis
1. Bandar udara Adi Sumarmo
IATA / ICAO : ABU / WATA
Kategori : Internasional Airport, Embarkasi Haji
Kelas : Kelas II A
Pengelola : PT. Angkasa Pura I
Alamat : Jl. Bandara Adisumarmo – Surakarta, PO. Box 800, Solo, 57108. Kec Ngemplak. Kab Boyolali.
Bandara Adi Sumarmo terletak di kota Solo, Jawa Tengah, yang
mempunyai luas sekitar 56 hektar. Nama bandara ini diambil dari nama perintis
TNI AU, Adi Soemarmo, yang gugur pada tahun 1947.
Bandara ini dulu bernama Pangkalan Udara (Lanud) Panasan, karena terletak di kawasan Panasan. Bandara ini dulu bernama Pangkalan Udara (Lanud) Panasan yang dibangun pertama kali pada tahun 1940 oleh Pemerintah Belanda sebagai lapangan terbang darurat.
Ketika bala tentara Jepang masuk ke Indonesia bandara tersebut sempat dihancurkan oleh Belanda namun dibangun lagi oleh Pemerintah Jepang sejak pada tahun 1942 sebagai basis militer penerbangan angkatan laut (Kaigun Bokusha).
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia penyelenggaraan bandara dilaksanakan oleh “Penerbangan Surakarta” yang diresmikan pada tanggal 6 Februari 1946.
Pada
tanggal 1 Mei 1946, Penerbangan Surakarta sejak berubah menjadi
“Pangkalan Udara Panasan” yang hanya diperuntukkan penerbangan militer.
Pangkalan
udara tersebut pertama kali digunakan secara resmi untuk penerbangan
komersial pada tanggal 23 April 1974 yang dilayani oleh Garuda Indonesia dengan rute Jakarta-Kemayoran-Solo & Solo-Jakarta-Kemayoran dengan frekuensi 3-kali seminggu.
Pada
tanggal 25 Juli 1977, “Pangkalan Udara Panasan” berubah nama menjadi
“Pangkalan Udara Utama Adi Sumarmo” yang diambil dari nama Adisumarmo Wiryokusumo (adik dari Agustinus Adisucipto).
Pada tanggal 31 Maret 1989, Bandara ini ditetapkan menjadi Bandara Internasional dengan melayani penerbangan rute Solo-Kuala Lumpur & Solo-Singapore.
Pada tanggal 1 Januari 1992, Bandara Adi Sumarmo dikelola oleh Perusahaan Umum Angkasa Pura I yang pada tanggal 1 Januari 1993 berubah status menjadi Persero Terbatas Angkasa Pura I sampai dengan sekarang.
Data bandara
· Jarak dari Surakarta: 14 kilometer
· Koordinat: 07°30´58"S, 110°45´25"E
· Ketinggian: 12m8 meter
· Jumlah terminal: 3 Terminal penumpang, 2 terminal kargo, 11 tempat parkir pesawat
Data Lapangan
· Runway 1: Heading 08R/26L, 4,000 m (13.123 ft), 68/F/C/X/T, ILS, Lighting: PAPI
· Fire Category VIII, Rescue and fire fighting
· Navigational Aids: VOR-DME, NDB
· Airfield Restrictions: Wide body ACFT 180 turn at the end of Runway
· Runway 2: Heading 08L/26R, 3,000 m (9,843 ft), 68/F/C/X/T, ILS, Lighting: PAPI
· Fire Category XIII, Rescue and fire fighting
· Navigational Aids: VOR-DME, NDB
· Airfield Restrictions: Wide body ACFT 180 turn at the end of Runway
Transportasi
· Bus
Bus
|
Tujuan
|
Tarif
|
Damri
|
Terminal Tirtonadi
|
Rp20.000,00
|
Koridor 1 (Bandara - Palur)
|
Rp20.000,00
|
· Taksi Bandara
· Kereta Bandara
Informasi | |
---|---|
Jenis | Publik / Militer |
Pemilik | Pemerintah Indonesia |
Pengelola | PT Angkasa Pura I |
Melayani | Kota Surakarta dan sekitarnya (kabupaten Sukoharjo, Karanganyar, Sragen, Wonogiri) |
Lokasi | Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, Indonesia |
Maskapai penghubung | |
Ketinggian dpl | 419 kaki / 128 m |
Koordinat | 07°30′58″S 110°45′25″E |
Situs web | http://adisoemarmo.ap1.co.id/ |
Landasan pacu | |||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
| |||||||||||
Statistik (2017) | |||||||||||
| |||||||||||
22 . A.A Bere Tallo/ Atambua
IATA
/ ICAO : ABU
/ WATA
Kategori : Domestik
Airport
Kelas : Kelas
III
Pengelola : Unit
Penyelenggara Bandar Udara
Alamat : Jl.
Adi Sucipto, Haliwen Atambua , Kel. Manumutin, Kec. Atambua Kota, Kab. Belu,
Nusa Tenggara Timur (NTT), 85712
Bandar Udara A. A.
Bere Tallo Atambua sudah ada sejak jaman kolonialisme Jepang,
yaitu sekitar tahun 1940-an. Namun Bandara tersebut masih berlandas rumput dengan
ukurannya 800×23 meter. Pada tahun 1972 diperbaiki
panjangnya menjadi 900×23 meter dengan perkerasan batu.
Tahun 1974 landing pertama
pesawat Merpati dan 1979 diikuti dengan
pendaratan pesawat dari maskapai DAS dan MAF. Perkembangannya dari tahun ke
tahun bandara udara ini terus dibenahi hingga saat ini panjangnya
mencapai 1200×30 meter
Landasan Bandar udara A. A. Bere Tallo mulai
tahun 2011 diperpanjang
200 meter dari kondisi sebelumnya 1200×30 meter menjadi 1400×30 meter.
Dan tahun 2012 ditambah
lagi 200 meter dari 1400×30 meter menjadi 1.600 meter, dengan total dana
sebesar Rp 8.5 miliar, bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) 2011/2012. Lebar landasan bandar udara A.A.Bere Tallo tetap 30
meter, meskipun idealnya telah mencapai panjang 1.400 meter atau 1.600 meter,
maka lebarnya seharusnya 45 meter.
Pesawat yang beroperasi di Bandar Udara
A.A.Bere Tallo adalah Merpati jenis
KS.212 berkapasitas 20 seat (sudah tidak aktif lagi), Susi Air berkapasitas
12 seat, dan Wings Air. Pemerintah daerah mengharapkan kedepan
bisa dapat melayani pesawat besar dengan kapasitas 60 seat ke atas. Jadwal
penerbangan bandara ini yaknu Wings Air 2
kali sehari tujuan Kupang pada pukul 10:00 dan 12:00 WITA dengan tarif yang
bersahabat, yakni Rp300.000 per penerbangan.
Bandar A.A.Bere Tallo pun kini telah
dilengkapi dengan fasilitas kecanggihan komputer peralatan navigasi untuk
dapat mencatat dan merekam setiap penerbangan pesawat dari Kupang -
Atambua dan sebaliknya. Adapun lampu landasan di areal Bandar Udara A.A.Bere
Tallo. Bandar Udara A.A.Bere Tallo meski kelihatannya kecil tetapi indah dan
cantik. Misinya, yakni menciptakan pelayanan publik serta utamakan keselamatan
dan tidak boleh ada kecelakaan penerbangan
Bandar Udara A. A. Bere Tallo
Bandar Udara Haliwen
|
|
Gerbang Utama Bandar Udara A. A. Bere Tallo
|
|
·
IATA: ABU
·
ICAO: WATA
|
|
Informasi
|
|
Jenis
|
sipil
|
Pemilik/Pengelola
|
|
Melayani
|
|
Lokasi
|
|
Dibuka
|
|
Ketinggian dpl
|
1,043.29 kaki / 318 m
|
3. Bandar Udara Abdul Rachman Saleh
IATA / ICAO : ABU / WATA
Kategori : Domestik Airport
Kelas : Kelas III
Pengelola : Unit Penyelenggara Bandar Udara
Alamat : Jl.
Adi Sucipto, Haliwen Atambua , Kel. Manumutin, Kec. Atambua Kota,
Kab. Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT), 85712
Bandar Udara Abdul
Rachman Saleh (IATA: MLG, ICAO: WARA, sebelumnya WIAS)
adalah bandar udara yang terletak di Pakis, Kabupaten Malang, Jawa Timur,
atau 17 km arah timur dari pusat Kota Malang.
Bandara Abdulrahman Saleh merupakan tempat pesawat Hercules C-130 dan Super Tucano sebagai
pengganti OV-10 Bronco yang telah di musiumkan.
Selain itu Wing 2 Korps Pasukan Khas juga bermarkas di sini.
Bandara Abdulrahman Saleh memiliki dua landasan pacu yang
pertama untuk pesawat-pesawat kecil seperti Hercules C-130 dengan
panjang 1.500 m, dan yang kedua untuk jenis pesawat besar seperti Boeing 737 dengan
panjang 2.300 m. Pemerintah provinsi Jawa Timur melalui Dishub dan LLAJ
mengusulkan kepada Kementerian Perhubungan agar menambah panjang landasan pacu
700 meter lagi. “Dengan penambahan itu nantinya panjang landasan pacu di
Bandara Abd. Saleh Malang menjadi 3.000 meter dan juga dobel landasan pacunya.”
Dengan demikian, Bandara Abdulrachman Saleh sangat berpotensi menjadi Bandara
Internasional, sehingga pihak Kepala Dinas Perhubungan dan LLAJ Pemprov Jatim
mengusulkan Kemenhub agar menambah panjang landasan pacu.[3]
Nama bandara ini diambil dari salah satu
pahlawan nasional Indonesia: Abdulrahman Saleh, dan sebelum bernama
Bandara Abdulrahman Saleh, bandara ini bernama Lapangan Terbang Bugis.
·
Sejarah
Pangkalan udara (Lanud) Bugis yang kini
dikenal dengan nama Lanud Abdulrachman Saleh dibangun oleh pemerintahan Belanda pada
era 1937-1940 bersamaan dengan pembangunan pangkalan-pangkalan udara lain
seperti Lanud Maospati (kini Pangkalan Udara Iswahyudi) di Madiun,
Lanud Panasan (Bandar Udara Internasional Adi
Sumarmo) di Solo,
dan Lanud Maguwo (Bandar Udara Internasional
Adisutjipto) di Jogjakarta.
Lanud Abdulrachman Saleh berada di lembah Bromo dan dikelilingi oleh beberapa
gunung yaitu Gunung Semeru (3.676m) di sebelah
timur, Gunung Arjuno (3.339m) di sebelah utara,
dan Gunung Kawi (2.551m)
dan Gunung Panderman (2.045m) di sebelah
barat. Pangkalan Udara Abdulrachman saleh terletak di Kecamatan Pakis Kabupaten Malang,
atau 17 kilometer sebelah timur dari pusat Kota Malang,
secara letak astronomis berada
pada posisi 07.55 LS dan 112.42 BT.
Posisi Pangkalan Udara Abdulrahman Saleh
begitu aman karena dikelilingi oleh benteng alam dan berada di kaki gunung, ini
menyebabkan Pangkalan Udara Abdulrachman Saleh tidak tampak begitu jelas di
udara sehingga jika ada pesawat musuh melewati jalur udara di atasnya Pangkalan
Udara ini akan tertutup oleh kabut. Ini merupakan posisi yang sangat strategis
untuk pertahanan militer tersebut yang juga dijadikan alasan Belanda memilih Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang untuk
menjadi salah satu daerah pertahanan udaranya. Pemerintah Belanda pada waktu
itu sengaja membuat landasan pacu cukup panjang, sehingga dapat dipergunakan
untuk landing dan take off pesawat–pesawat berjenis lebar seperti pesawat bomber, Glynmartin, Fokker, dan Jagers.
Pada 17 Agustus 1952, atas pengorbanan dan
jasa-jasa Prof. Dr. Abdulrachman Saleh dalam
usahanya mengembangkan AURI dan
memperjuangkan bangsa Indonesia, Kepala Staf Angkatan Udara yang menjabat saat itu
yaitu Komodor Udara Soerjadi Soerjadarma dengan dikeluarkannya surat Penetapan
Kepala Staf Angkatan Udara Nomor 76/48/Pon.2/KS/52 yang berisi perubahan
nama-nama Pangkalan Udara tipe A salah satunya adalah perubahan Pangkalan Udara
Bugis menjadi Pangkalan Udara Abdulrachman Saleh.
Setelah enam tahun sejak 25 Mei 2005
menggunakan terminal di dalam base ops Lanud Abdul Rachman
Saleh, pada tanggal 30 Desember 2011 penerbangan sipil di Abdul Rachman Saleh
menggunakan bandar udara yang terpisah dari base ops Lanud
Abdulrahman Saleh. Bandar udara ini dibangun dengan biaya mencapai Rp 139
miliar. Seperti diketahui, penerbangan sipil di bandara ini mulai dibuka sejak
1 April 1994 oleh Merpati Nusantara Airlines dengan
menggunakan pesawat Fokker F28. Karena sering mengalami keterlambatan (tidak
sesuai jadwal) mulai kurun waktu tahun 1996-1997 mengalami penurunan load
factor sampai 14,54 %. Pada tanggal 16 Juni 1997, PT Merpati Nusantara
Airlines secara resmi menghentikan kegiatan penerbangannya.
·
Maskapai
Penerbangan
Untuk penerbangan sipil melayani rute Malang-Jakarta dilayani oleh maskapai Sriwijaya Air, Garuda Indonesia, Batik Air, dan Citilink Indonesia .[5] Sedangkan untuk rute Malang-Denpasar dilayani oleh Wings Air, anak perusahaan dari Lion Air menggunakan pesawat Avions de Trasnport Regional, yaitu ATR 72 seri 500.[6] Selain itu rute Malang-Balikpapan yang dilayani oleh Kal Star Aviation. Sebelumnya Bandara Abdulrahman Saleh pada tahun 2007 sampai
dengan 2008 pernah melayani tiga rute penerbangan sekaligus yaitu Malang-Jakarta, Malang-Balikpapan-Tarakan, Malang-Makassar, Malang-Bandung, Malang-Banyuwangi, Malang-Yogyakarta, Malang-Lombok dan Malang-Denpasar. “Bandara Abd. Saleh merupakan bandara yang unik karena
merupakan satu-satunya bandara yang dikelola pemprov setempat, sedangkan
bandara lainnya dikelola PT Angkasa Pura.
Maskapai
|
Tujuan
|
·
Usulan agar menjadi
Bandar Udara Internasional
Wali kota Malang, Mochamad Anton mengusulkan
kepada Presiden Joko Widodo pada 24 Mei 2017, ketika Presiden berkunjung ke Kota Malang,
agar Bandara Abdul Rachman Saleh dinaikkan statusnya menjadi bandara internasional.[8] Hal
ini dikarenakan menurut sang wali kota, daerah Malang memiliki bayak objek
wisata menarik, terutama yang menjadi tren, yaitu Gunung Bromo dan Gunung Semeru.[8] Hal
ini disambut baik oleh Jokowi sehingga ia berjanji akan memerintahkan Kementerian Perhubungan (Kemhub)
untuk berkomunikasi dengan TNI AU.[9]
Impian ini sukar dicapai. Hal ini dikarenakan
bagi pihak TNI AU, Bandara Abdul Rachman Saleh sulit sekali menjadi bandara internasional.[10] Secara
rinci ketidakmungkinan ini dikarenakan oleh dikelilinginya bandara oleh
berbagai gunung berapi dan letak bandara yang
terletak pada kompleks vital TNI AU.[10] Oleh
karena itu, wacana pembangunan Bandar Udara Internasional Purboyo di Desa Srigonco, Kecamatan Bantur yang
terletak di bagian selatan Malang.[11] Usulan
ini telah disetujui oleh Kemhub,[12] namun
pada akhirnya, bandara ini batal dibangun.
·
Transportasi Darat
Taxi
Taksi di Bandara Abdul Rachman Saleh hanya memiliki satu
operator, yaitu Taksi Garuda yang merupakan salah satu komponen daei Koperasi TNI AU. Armada taksi ini hanyalah mobil
berjenis sedan. Taksi ini tidak menggunakan argo sama
sekali, melainkan menggunakan sistem ongkos per daerah
Angkutan Kota (
Angkot)
Karena merupakan bagian dari kompleks TNI AU, Bandara Abdul
Rachman Saleh tidak memiliki angkot yang melintas pas di depannya sama sekali.[14] Untuk
mendapatkannya, calon penumpang harus berjalan keluar area bandara yang
jaraknya 1 sampai 2 kilometer.[14] Jika
ingin berjalan kaki, perjalanan keluar area ini akan memakan waktu selama
15 menit.[14] Setelah
keluar kompleks, jika ingin menuju Kota
Malang, calon penumpang
harus mencari angkot jurusan LA.[15] Nanti,
penumpang akan tiba di Terminal
Arjosari yang
sudah merupakan bagian dari Kota Malang
Bandar Udara Abdul Rachman Saleh
Abdul Rachman Saleh Airport
|
|
·
IATA: MLG
·
ICAO: WARA
|
|
Informasi
|
|
Jenis
|
Publik / Militer
|
Pemilik
|
|
Melayani
|
|
Lokasi
|
Kabupaten
Malang, Jawa Timur, Indonesia
|
Ketinggian dpl
|
1.726 kaki /
526 m
|
Situs web
|
|
4. Bandar udara APT Pranoto
Bandar
Udara Internasional Aji Pangeran Tumenggung Pranoto (IATA: SRI, ICAO: WALS), adalah sebuah
bandar udara di Kota Samarinda, Kalimantan
Timur. Bandara yang berlokasi di kawasan Sungai Siring ini beroperasi
pada 24 Mei 2018 dan diresmikan oleh Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak[1] menggantikan
bandara sebelumnya, yakni Bandar Udara Temindung yang sudah
tidak dapat dikembangkan.[2] Nama
bandara ini diambil dari Gubernur Kalimantan Timur yang pertama, APT Pranoto.
Meskipun belum ada bukti dan pengakuan
tertulis bahwa bandara ini internasional, namun secara lisan sudah ada
kesepakatan antara Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak dengan Kementerian
Perhubungan tentang status bandara ini sebagai bandara internasional.
Bandara APT Pranoto sendiri memiliki luas area
13 hektare, terdiri dari sarana berupa gedung administrasi, runway 2.250 kali
45 meter, apron, taxiway 173 kali 23 meter, hanggar luas 36.342,4 meter
persegi, gedung ATC serta perumahan karyawan bandara.
Bandar Udara Aji Pangeran Tumenggung Pranoto
Samarinda atau Bandara APT. Pranoto, direncanakan untuk menggantikan Bandara
Temindung Samarinda yang sudah tidak bisa dikembangkan lagi dengan panjang
runway 1040x23 dan ditengah pemukiman warga dan sering tergenang banjir ketika
hujan deras melanda. Selain itu Bandara Temindung berada dilokasi padat
penduduk sehingga rawan akan bahaya kemanan dan keselamatan penerbangan. Oleh
karenanya diperlukan bandara pengganti yang lebih memenuhi standar keamanan dan
keselamatan untuk melayani kebutuhan transportasi udara masyarakat samarinda
dan sekitarnya pada khususnya dan Kalimantan timur pada umumnya. Selain itu
juga diharapkan dengan dibangunnya Bandara APT. Pranoto Samarinda ini akan
mempercepat perkembangan dan konsep pemerataan ekonomi di wilayah Kalimantan
Timur dengan konsep multiply airport.
Bandara APT. Pranoto Samarinda merupakan
Bandar udara yang direncanakan melayani angkutan udara niaga dan non niaga,
berjadwal dan tak berjadwal dengan rute penerbangan dalam negeri dan luar
negeri. Tipe pesawat yang dilayani terkritis adalah Boeing 737-900ER. Namun
untuk tahap awal dioperasikan untuk ATR 72/500 dan sejenisnya. Dengan letak
geografis yang memiliki daerah cakupan yang luas yaitu samarinda, tenggarong,
bontang, sangata dan kutai kartanegara.
·
Sejarah
Pada tahun 1987, survei untuk
mencari lokasi bandara pengganti Temindung mulai dilakukan. Ada empat pilihan
lokasi, yakni Makroman, Loa Bakung, Pulau Atas, dan Sungai Siring. Pemprov Kaltim yang kala itu dipimpin
Gubernur Muhammad Ardans akhirnya
menjatuhkan pilihan pada Sungai Siring. Sejumlah persiapan pun mulai dilakukan,
mulai dari melengkapi perizinan sampai mengurus pematangan lahan.[5] Pemprov
Kaltim bersama Pemerintah Kota Samarinda pada tahun 1992 menyiapkan 300 hektare
lahan di Sungai Siring.[6] Pada
tahun anggaran 1995/1996 Pemprov Kaltim mengalokasikan dana senilai Rp1,5
miliar untuk pembebasan lahan seluas 300 hektare. Kemudian pada 1996 dilakukan
studi analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal), RKL, dan RPL. Dilanjutkan
dengan pembuatan rencana induk Bandara Sungai Siring oleh Ditjen Perhubungan
Udara.
Proyek ini sempat tersendat akibat sengketa
antara Pemkot Samarinda dan kontraktor bandara waktu itu, PT NCR. Kemudian
proyek bandara diambil alih oleh Pemprov Kaltim.
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) secara
resmi menerbitkan Sertifikat Bandar Udara (SBU) pada 15 Mei 2018. SBU nomor
145/SBU-DBU/V/2018 itu ditandatangani langsung oleh Direktur Jenderal
Perhubungan Udara Kemenhub Agus Santoso. Dengan ditandatanganinya SBU itu, maka
Bandara APT Pranoto resmi dapat melayani penerbangan publik secara domestik.
Meskipun sementara Bandara APT Pranoto masih melayani penerbangan layaknya
pelayanan penerbangan Bandara Temindung.
Pada 25 Oktober 2018, Bandara APT Pranoto
diresmikan oleh Presiden Indonesia Joko Widodo[12] bersama
dengan Bandara Maratua di Kabupaten
Berau.
Maskapai
Maskapai penerbangan yang akan melayani menurut tujuannya
(berserta cargo) disusun sebagai berikut:
Maskapai
|
Tujuan
|
Transpor Darat
Bus
Bandar
Udara Internasional Aji Pangeran Tumenggung Pranoto
Aji
Pangeran Tumenggung Pranoto International Airport
|
|
Informasi
|
|
Jenis
|
Publik
|
Pemilik
|
|
Pengelola
|
|
Melayani
|
|
Lokasi
|
|
Dibuka
|
24 Mei 2018
|
Ketinggian dpl
|
82 kaki / 25 m
|
Situs web
|
5. Bandara Amahai
Kementerian
Perhubungan (Kemenhub) saat ini tengah mengembangkan Bandara Amahai di
Kota Masohi, Maluku Tengah, guna meningkatkan potensi ekonomi dan wisata di
wilayah tersebut.
Sekertaris Jenderal Perhubungan
Udara Kemenhub Isnis Istiartono mengatakan, Direktorat Jenderal (Ditjen)
Perhubungan Udara memberi perhatian khusus dalam membangun dan
mengembangkan bandara di wilayah
Indonesia bagian timur. Ini lantaran kawasan tersebut memiliki potensi ekonomi
dan wisata yang cukup menarik dan perlu dikembangkan.
"Ditjen Hubud menilai perlu memberikan
perhatian khusus dalam membangun dan mengembangkan bandara di wilayah
Indonesia bagian timur. Kami juga mengharapkan dengan kehadiran bandara, selain
untuk mempermudah pergerakan masyarakat setempat juga mampu mengangkat ekonomi
dan potensi pariwisata daerah setempat dan sekitarnya," tuturnya dalam
pernyataan tertulis, Sabtu (21/9/2019).
Berdasarkan informasi yang diberikan Kemenhub,
wilayah Maluku Tengah memiliki potensi ekonomi dan pariwisata yang cukup
menarik. Salah satunya Pantai Kuako, Bukit Kirai, dan beberapa spot menyelam
yang menyediakan pemandangan eksotik berupa biota laut dan terumbu karang.
Selain itu, Maluku Tengah juga mengunggulkan sektor
kelautan dan perikanan dalam potensi ekonomi, yakni investasi dari pengembangan
dan pengolahan hasil perikanan dan budidaya mutiara.
Kapasitas Bandara Amahai
Adapun Bandar Udara
Amahai saat ini memiliki gedung terminal seluas 290 m2 dengan luas apron 70 m x
45 m, runway sepanjang 1.050 m x 23 m serta taxiway 75 x 15 m, sehingga dapat
dilayani pesawat sejenis ATR- 42 dengan kapasitas terbatas.
Saat
ini maskapai Susi Air telah beroperasi melayani penerbangan perintis di bandara
tersebut dengan rute Ambon-Banda-Amahai Pulang-Pergi (PP) satu kali sepekan.
Sementara
itu, Kepala Kantor Unit Penyelenggara Bandar Udara (UPBU) Amahai, Akhmad Romi, mengharapkan
bahwa Bandar Udara yang dikelolanya dapat melayani penerbangan komersil.
"Bandar
Udara Amahai menargetkan untuk dapat melayani penerbangan komersil, yang saat
ini baru melayani penerbangan perintis berjadwal, pengembangan bandara akan
terus dilakukan secara bertahap sesuai dengan masterplan," ujar dia.
Rencana
pengembangan di Bandar Udara Amahai meliputi gedung terminal penumpang menjadi
1080 m2, runway menjadi 1.200 m x 30 m. "Pengembangan bandara secara
bertahap ini merupakan upaya untuk memberikan pelayanan terbaik kepada
masyarakat," pungkas Romi.
IATA/ICAO :
|
AHI / WAPA
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Nama Bandara :
|
Amahai Pulau Seram
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Data Umum Bandara :
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Bandara Amahai
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Informasi
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Jenis
|
Sipil
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Lokasi
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
UTC+9
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
{{{coordinates}}}
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pemandu
lalu lintas Udara
Pemandu Lalu Lintas Udara (bahasa Inggris: Air Traffic Controller, ATCer) atau Pemandu Lalu Lintas Penerbangan adalah
merupakan profesi/bidang
pekerjaan yang umumnya berfungsi memberikan layanan pemanduan lalu lintas di
udara, terutama terhadap lalu lintas penerbangan pesawat udara,
seperti pesawat terbang, helikopter dan
lainnya. Pesawat udara harus melalui jalu-jalur
penerbangan (airways) yang telah ditentukan dan sama sekali tidak
diperkenankan menyimpang dari airways [2][3] kecuali
dengan izin (clearance) dari ATC[3],
ada alat bantu navigasi di darat dan peralatan navigasi di pesawat yang
dapat dijadikan panduan agar pesawat berada pada jalur yang benar [3],
ATC mengawasinya antara lain dengan radio komunikasi antara pengawas
penerbangan dengan pilot atau penerbang dan dibantu juga dengan menggunakan
radar[3],
agar proses navigasi pesawat dapat terbantu dari titik keberangkatan hingga
tujuan, demikian pula keperluan pengamatan terhadap penerbangan.
Peran Pemandu Lalu Lintas Udara merupakan komponen penting dalam pemberian
pelayanan lalu lintas penerbangan, pencegahan agar pesawat udara tidak terlalu
dekat satu dan lainnya, pencegahan terjadinya tabrakan antar pesawat udara,
pencegahan terjadinya tabrakan antar pesawat udara dengan halangan dan
rintangan yang ada di sekitarnya selama beroperasi. ATC atau yang disebut
dengan Air Traffic Controller juga
memiliki peran penting dalam efisiensi serta kelancaran arus lalu lintas
penerbangan. ATC adalah rekan kerja terdekat pilot selama di udara, peran ATC
sangat besar dalam mencapai tujuan keselamatan penerbangan. ATC membantu pilot dalam
mengendalikan keadaan-keadaan darurat, memberikan informasi yang dibutuhkan
pilot selama penerbangan seperti informasi cuaca, informasi navigasi
penerbangan, dan informasi lalu lintas udara.
Air Traffic Controller adalah
salah satu profesi termuda di dunia[4].
Seperti profesi modern lainnya, Air Traffic Controller telah
berkembang dari kesederhanaan menuju kompleksitas & teknologi tinggi nan
canggih [4].
Profesi ini tidak ditemukan (discovered) atau diciptakan (invented),
tapi berevolusi secara bertahap, didorong oleh kebutuhan[4].
Meskipun saat ini peran Air Traffic Controller sangat
dibutuhkan, masih banyak orang yang tidak mengenal profesi Air Traffic Controller[4]. Air Traffic Controller adalah
pekerjaan dengan keterampilan khusus yang memiliki risiko tinggi dan kecepatan
pengambilan keputusan ditentukan detik perdetik (by seconds). Most
controllers are proud to be an air traffic controller, dan mereka ingin
meneriakkan hal itu kepada dunia jika bisa[4].
Semua aktivitas penerbangan di
dalam ruang udara terkontrol / Controlled Airspace diharuskan
memiliki komunikasi dua arah dengan unit-unit pemanduan lalu lintas penerbangan
yang terkait, untuk mendapat otoritasi / clearance dari Air Traffic Controller, yang
kemudian Air Traffic Controller akan
memberikan informasi, instruksi, kepada pilot atau penerbang sehingga
tercapai tujuan keselamatan penerbangan, semua komunikasi itu dilakukan dengan
peralatan yang sesuai dan memenuhi standar yang berlaku pada masing-masing
negara. Air Traffic Controller juga
merupakan salah satu media strategis untuk menjaga kedaulatan suatu
wilayah/suatu Negara
Tower Makassar Air Traffic Services Center
|
|
Pekerjaan
|
|
Nama
|
|
Jenis pekerjaan
|
|
Sektor aktivitas
|
|
Deskripsi
|
|
Kompetensi
|
·
Hukum
Udara (bahasa Inggris: Air Law); Petunjuk dan peraturan yang relevan dengan Pemandu lalu
lintas udara
·
Peralatan
pemanduan lalu lintas udara (bahasa
Inggris: Air Traffic
Control Equipment);
Prinsip dasar, penggunaan, dan keterbatasan peralatan yang dugunakan dalam
pemanduan lalu lintas udara.
·
Pengetahuan
Umum (bahasa Inggris: General Knowledge); Prinsip dasar penerbangan, prinsip dasar operasi dan
fungsi pesawat udara, powerplants and
systems; performa pesawat yang relevan dengan operasi pemanduan lalu
lintas udara.
·
Kinerja
Manusia (bahasa Inggris: Human Performance); Kinerja Manusia termasuk prinsip-prinsip dasar
manajemen keadaan darurat dan manajemen
risiko
·
Meteorologi (bahasa
Inggris: Meteorology); Meteorologi Penerbangan: penggunaan dan apresiasi
terhadap dokumentasi dan informasi meteorologi;
asal mula dan karateristik dari fenomena cuaca, yang mempengaruhi terhadap
operasi dan keselamatan penerbangan; altimeter
·
Navigasi Penerbangan (bahasa
Inggris: Air
Navigation);
Prinsip dasar navigasi udara; kaidah, keterbatasan dan
akurasi sistem navigasi dan peralatan visual
·
Prosedur
Operasi (bahasa Inggris: Operational procedures); Pemanduan lalu lintas udara, komunikasi
penerbangan, radio telephony and prosedur phraseology (routine, non-routine dan
keadaan darurat); metode dokumentasi penerbangan; budaya keselamatan yang
terkait dengan penerbangan.
|
Pendidikan
dibutuhkan
|
200 per tahun (Indonesia) [1]
|
Pekerjaan
terkait
|
Tempat
Bekerja ATC
Pada umumnya Air Traffic Controller melakukan
aktivitas pekerjaannya di wilayah terbatas yang ada di suatu bandar udara.
Mereka bekerja dibelakang layar radar, di ruang kendali lalu lintas udara dan
diatas menara atau tower[6].
Menara ATC biasanya merupakan bangunan tertinggi di lingkungan bandara[6].
Menara ATC bandara besar biasanya beroperasi selama 24 jam. Semakin luas dan
besar bandaranya dan semakin panjang landasannya menara ATC yang ada ada pada
umumnya akan lebih tinggi[6].
Pemandu lalu lintas udara melaksanakan pekerjaannya pada
ruang-ruang operasi atau Menara/Tower pemanduan lalu lintas udara
sesuai dengan rating yang dimiliki. Yang melaksanakan
pekerjaannya diatas Menara ATC pada umumnya adalah unit Aerodrome
Control Tower, agar dapat melihat dengan jelas keadaan Movement Area, Manoeuvring Area di bandar udara dan ruang udara disekitarnya.Aerodrome
Control Tower adalah suatu unit Air Traffic Control yang
dibentuk untuk memberikan pelayanan pengendalian lalu lintas penerbangan kepada
lalu lintas penerbangan di lapangan terbang[7].
Unit Aerodrome
Control Tower berfungsi memberikan Aerodrome
Control Sevice, yang tanggungjawabnya adalah ruang udara Aerodrome
Traffic Zone. Pengaturan hanya sebatas jarak pandang Air Traffic Controller di Tower.
Selain di Tower, Air Traffic Controller juga ada
yang melaksanakan pekerjaannya di ruang kendali lalu lintas udara. Pada umumnya
ruangan itu juga masih berada di sekitar Tower. Setelah pesawat
berhasil airborne dari suatu lapangan terbang dan akan/telah
meninggalkan ruang udara Aerodrome
Traffic Zone (ATZ), maka tanggungjawab pemberian pelayanan akan
ditranser oleh unit Aerodrome
Control Tower (TWR) kepada Approach
Control Unit (APP) sampai dengan ketinggian tertentu
sebelum ditransfer ke unit selanjutnya yang memberikan pelayanan pada ruang
udara yang lebih tinggi lagi. Approach Control
Unit (APP) adalah unit yang dibentuk untuk memberikan
pelayanan pengendalian lalu lintas penerbangan kepada penerbangan dikendalikan
yang datang ke atau berangkat dari satu atau lebih lapangan terbang[8].
Pelayanan yang diberikan oleh Approach Control Unit adalah Approach
Control Unit (APP). Dibeberapa lokasi, ada juga unit Aerodrome
Control Tower (TWR) yang tergabung menjadi satu kesatuan
dengan Approach
Control Unit (APP) dan melaksanakan pemanduan dari atas
Menara / Tower.Approach
Control Unit (APP) bertanggungjawab memberikan pelayanan
pada dua jenis ruang udara, yaitu Terminal Control Area (TMA) dan Control
Zone (CTR).
Sebelum pesawat yang dipandu akan meninggalkan ruang udara
yang dilayani oleh Approach
Control Unit (APP), transfer pemanduan akan disampaikan kepada
unit selanjutnya yakni Area Control
Center (ACC). Unit Area Control
Center (ACC) pada umumnya beroperasi di dalam ruangan
operasi yang telah dilengkapi oleh berbagai peralatan pelayanan lalu lintas
penerbangan yang canggih. Air Traffic Controller yang
bekerja pada unit Area Control
Center (ACC) pada umumnya adalah yang telah memiliki
kompetensi keilmuan dan pengalaman yang tinggi dalam bidang lalu lintas udara.
Unit Area Control
Center (ACC) bertangggungjawab dalam pemberian Area Control Service dan
ruang udara yang menjadi wilayah tanggungjawabnya adalah Control Area
(CTA) .
BANDAR UDARA ( SWASTA)
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menyatakan telah siap
melepas pengelolaan 10 bandara kepada badan usaha pelat merah ataupun swasta.
Bandara-bandara ini akan dilepaskan dengan skema Kerja Sama Pemerintah dan
Badan Usaha (KPBU). Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatajan bandara
yang paling siap untuk dilepas saat ini adalah Tjilik Riwut di Palangkaraya,
Kalimantan Tengah. “Bandara Tjilik Riwut tahun ini bisa (dilepas),” kata
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi ketika ditemui di Hotel Ritz Carlton,
Jakarta,
Sembilan bandara lainnya adalah Radin Inten II di Lampung, HAS
Hanandjoeddin di Bangka Belitung, F.L Tobing di Sibolga, dan Maimun Saleh di
Sabang. Selanjutnya, Bandara Fatmawati di Bengkulu, Sentani di Jayapura, serta
bandara di Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Nias.
Namun, Budi belum bisa memastikan kapan sembilan bandara ini
siap dilepas. Proses valuasi sembilan bandara tersebut belum rampung. Saat ini
Kementerian Keuangan masih menghitung nilai bandara-bandara tersebut.
(Baca: Kadin Dukung Rencana Pengelolaan Bandara oleh Swasta)
Sementara untuk Bandara Tjilik Riwut, proses valuasinya sudah selesai. “Tjilik
Riwut itu kira-kira Rp 200-400 miliar. Itu harganya yang relatif tidak besar
dan juga tidak kecil,” ujarnya. Saat ini 10 bandara tersebut masih dipegang
pengelolaannya oleh Kemenhub, melalui Unit Penyelenggara Bandar Udara (UPBU).
Pihak swasta yang berminat mengelola bandara-bandara tersebut bisa mengajukan
dan bekerja sama dengan pemerintah. Jika tidak, Pemerintah akan menyerahkan
pengelolaannya kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Angkasa Pura I dan PT
Angkasa Pura II.
Pemerintah memang telah berencana melepas pengelolaan bandara-bandara yang selama ini dipegang Kemenhub kepada badan usaha. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan pernah menjelaskan, kebijakan ini diperlukan agar pengelolaan bandara-bandara tersebut tidak lagi membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dengan begitu, anggaran negara akan bisa dialokasikan lebih banyak lagi untuk pembangunan infrastruktur bandara baru. Terutama bandara yang dinilai kurang layak secara ekonomi dan tidak diminati swasta. Pelepasan aset ini tidak hanya dilakukan di pelabuhan, infrastruktur lain seperti pelabuhan dan jalan tol juga dilakukan hal yang sama.
Luhut memastikan dengan kebijakan ini bukan berarti pemerintah melepas aset negara sepenuhnya kepada swasta. Dia mencontohkan skema yang telah dilakukan pada jalan tol. Pemerintah memberikan hak konsesi kepada swasta untuk mengelola jalan tol dengan jangka waktu tertentu. Setelah masa konsesinya habis, aset tersebut harus dikembalikan lagi kepada negara. Luhut mengatakann, pemerintah juga mensyaratkan agar investasi seperti itu hendaknya memperhatikan lingkungan serta melibatkan masyarakat lokal. "Misal tahun pertama atau kedua masih sulit, tapi tahun ketiga atau keempat bisa digantikan tenaga kerja kita (lokal) yang sudah dididik," ujar Luhut saat itu.
1. Bandar Udara Internasional Radin Inten II
Bandar Udara Internasional Radin Inten II (bahasa Inggris: Radin Inten II International Airport), (IATA: TKG, ICAO: WILL), sebelumnya WICT, adalah bandar udara internasional yang melayani Kota Bandar Lampung di Provinsi Lampung, Indonesia. Nama bandar udara ini diambil dari nama tokoh yaitu Radin Inten II yang merupakan Kesultanan Lampung terakhir yang juga salah seorang Pahlawan Nasional asal Lampung. Bandar udara ini berlokasi di Jalan Alamsyah Ratu Prawiranegara di Desa Branti Raya, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan berada di barat laut Kota Bandar Lampung.
Pemerintah memang telah berencana melepas pengelolaan bandara-bandara yang selama ini dipegang Kemenhub kepada badan usaha. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan pernah menjelaskan, kebijakan ini diperlukan agar pengelolaan bandara-bandara tersebut tidak lagi membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dengan begitu, anggaran negara akan bisa dialokasikan lebih banyak lagi untuk pembangunan infrastruktur bandara baru. Terutama bandara yang dinilai kurang layak secara ekonomi dan tidak diminati swasta. Pelepasan aset ini tidak hanya dilakukan di pelabuhan, infrastruktur lain seperti pelabuhan dan jalan tol juga dilakukan hal yang sama.
Luhut memastikan dengan kebijakan ini bukan berarti pemerintah melepas aset negara sepenuhnya kepada swasta. Dia mencontohkan skema yang telah dilakukan pada jalan tol. Pemerintah memberikan hak konsesi kepada swasta untuk mengelola jalan tol dengan jangka waktu tertentu. Setelah masa konsesinya habis, aset tersebut harus dikembalikan lagi kepada negara. Luhut mengatakann, pemerintah juga mensyaratkan agar investasi seperti itu hendaknya memperhatikan lingkungan serta melibatkan masyarakat lokal. "Misal tahun pertama atau kedua masih sulit, tapi tahun ketiga atau keempat bisa digantikan tenaga kerja kita (lokal) yang sudah dididik," ujar Luhut saat itu.
1. Bandar Udara Internasional Radin Inten II
Bandar Udara Internasional Radin Inten II (bahasa Inggris: Radin Inten II International Airport), (IATA: TKG, ICAO: WILL), sebelumnya WICT, adalah bandar udara internasional yang melayani Kota Bandar Lampung di Provinsi Lampung, Indonesia. Nama bandar udara ini diambil dari nama tokoh yaitu Radin Inten II yang merupakan Kesultanan Lampung terakhir yang juga salah seorang Pahlawan Nasional asal Lampung. Bandar udara ini berlokasi di Jalan Alamsyah Ratu Prawiranegara di Desa Branti Raya, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan berada di barat laut Kota Bandar Lampung.
Bandara ini
mengadopsi gaya futuristik dan memiliki gedung parkir berlantai empat di bawah
pengelolaan PT. Angkasa Pura II. Pembangunan gedung parkir
berkapasitas 800 hingga 1000 kendaraan ini bertujuan untuk mengantisipasi
peningakatan arus wisatawan menuju destinasi utama Lampung. Di antaranya arena
berselancar Pantai Tanjung Setia, Taman Nasional Way Kambas (ASEAN Heritage
Park Way Kambas), habitat alam lumba-lumba Teluk Kiluan, dan pesona bawah laut
di Pulau Pahawang.
Bandar Udara Internasional Radin Inten II di Provinsi Lampung merupakan
bandar udara umum yang sudah di serah terimakan kepada PT Angkasa Pura II pada 14 Oktober 2019.
Bandara Radin Inten II Bandar Lampung resmi ditetapkan sebagai bandar
udara bertaraf internasional. Keputusan Bandara Radin Inten II sebagai bandar
udara internasional sesuai keputusan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.
Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor KP 2044
Tahun 2018 tentang Penetapan Bandar Udara Radin Inten di Kabupaten Lampung Selatan Provinsi
Lampung sebagai Bandar Udara Internasional.
Bandar Udara Internasional Radin Inten II
Radin Inten II
International Airport
|
|
·
ICAO: WILL
·
WMO: 96295
|
|
Informasi
|
|
Jenis
|
Publik
|
Pemilik
|
|
Pengelola
|
|
Melayani
|
|
Lokasi
|
|
Ketinggian dpl
|
282 kaki /
86 m
|
Sejarah Bandar Udara
Bandar Udara Internasional Radin
Inten II Lampung sebelumnya
bernama Pelabuhan Udara Branti adalah peninggalan Pemerintahan Jepang yang dibangun pada
tahun 1943. Pada Tahun 1946 diserahkan kepada Pemerintahan Republik
Indonesia Cq. Detasemen Angkatan Udara / AURI. Dari tahun 1946 s.d
1955 Pelabuhan Udara Branti dikelola oleh Detasemen Angkatan Udara /
AURI dan pada saat itu belum ada penerbangan komersial/ reguler.
Pada tahun 1955, pengelolaan
Pelabuhan Udara Branti dikelola oleh Djawatan Penerbangan Sipil (DPS) karena
pada tahun tersebut Detasemen Angkatan Udara / AURI memiliki pangkalan udara di
Menggala Kabupaten Lampung Utara. Pada tahun
1956 Garuda Indonesian Airways merintis membuka
jalur penerbangan yang pertama kali dengan rute Jakarta – Tanjung Karang PP, dengan menggunakan
pesawat jenis Barron dan pada tahun itu juga penerbangan komersil dimulai
dengan frekuensi penerbangan tiga kali/minggu (jenis pesawat Barron diganti
Dakota) dengan panjang landasan pacu ± 900 M. Pada tahun 1963 secara resmi
Bandar Udara Branti dari AURI diserahterimakan kepada Residen Lampung dan pada
tahun 1964 diserahkan pengelolaannya kepada Djawatan Penerbangan Sipil (DPS).
Pada tahun 1975 (Pelita II Tahun I)
dimulai pembangunan landasan baru yang terletak disamping/sejajar dengan
landasan lama. Pembangunan landasan baru dengan maksud untuk dapat didarati
pesawat jenis F -28 dan sejenisnya. Secara bertahap
landasan dibangun dan pada saat itu panjangnya mencapai ± 1.850 M. Pada tahun
1976 pembangunan landasan beserta Apron yang baru telah selesai dan diresmikan
penggunaannya pada bulan Juni 1976 oleh Direktur Jenderal Perhubungan Udara
Bapak Marsma Kardono dengan menggunakan pesawat F - 28 MK
3.000.
Pada tanggal 1 September 1985
istilah Pelabuhan Udara Branti dirubah menjadi Bandar Udara Branti dengan
singkatan Bandara Branti, sesuai dengan Telex Sekretaris Jenderal Departemen
Perhubungan No. 378/TLX/DEPHUB/VIII/85 Tanggal 22 Agustus
1985.
Sejak tanggal 11 Agustus 1989 PT.
GIA tidak melayani jalur penerbangan Jakarta – Tanjung Karang PP dialihkan
kepada PT. MNA diterbangi 7 Flight/hari dengan pesawat CN-235,
disamping itu juga ada insidentil Flight / Penerbangan Carter. Selain
untuk Jakarta –
Bandar Lampung PP, dilayani juga rute Palembang – Bandar
Lampung PP.
Terminal baru yang selesai dibangun
tahun 1995 diresmikan dalam pengoperasian oleh Menteri Perhubungan pada tanggal
22 Mei 1995. Bandara Branti dirubah menjadi Bandar Udara Radin Intan II
berdasarkan SK. Menteri Perhubungan No. KM. 10 Tahun 1997, tanggal
10 April 1997 diresmikan oleh Menteri Perhubungan pada tanggal 21 April 1997.
Terhitung mulai tanggal 29 April 2004 PT. MNA yang tadinya mengoperasikan
pesawat jenis Fokker F28 diganti dengan pesawat berbadan
lebar jenis Boeing 737-200 (MZ – 202 / Flight II).
Pada Tahun Anggaran 2004 landasan
pacu diperpanjang dari 1.850 M’ x 30 M’ menjadi 2.000 M’ x 30 M’. Maskapai
penerbangan Sriwijaya Air mulai membuka jalur
penerbangan pada tanggal 3 Mei 2005 dan Adam Air pada
tanggal 5 September 2005 dengan jenis pesawat yang sama yaitu Boeing 737 Series
200, sedangkan Riau Airlines pada tanggal 06 Nopember
2006 dengan jenis pesawat Fokker F50.
Pada Tahun Anggaran 2007 landasan
pacu diperpanjang dari 2.000 M’ x 30 M’ menjadi 2.250 M’ x 30 M’. Pada Tahun
2008 Maskapai penerbangan Adam Air (1 Maret 2008) dan Riau Airlines (2
Juni 2008) tidak melayani lagi jalur penerbangan ke Bandar Udara Radin Intan
II. Maskapai penerbangan Batavia Air mulai
membuka jalur penerbangan ke Bandar Udara Radin Intan II pada tanggal 8 Agustus
2008.
Pada awal tahun 2009 Garuda
Indonesia kembali membuka jalur penerbangan ke bandara ini dengan pesawat
Boeing 737-500. Selanjutnya landasan pacu kembali diperpanjang dan diperlebar
dari 2.250 M’ x 30 M’ menjadi 2.500 M’ x 45 M’ sehingga pada tahun yang sama
bandara ini bisa dimasuki pesawat Boeing 737-300 dan Boeing 737-400 secara
penuh.
Selanjutnya pada 2010-2011 dimulai
perluasan apron agar bandara ini dapat dimasuki pesawat Boeing 737-800 dan
Boeing 737-900ER secara penuh.Apron Bandara Radin Intan II yang pada saat itu
hanya bisa menampung 3 pesawat Boeing 737 klasik,diperluas kapasitasnya untuk
menampung 5 pesawat secara bersamaan.Pada saat bersamaan dimulai juga
konstruksi taxiway B untuk mempercepat arus keluar-masuk pesawat dari apron
nomor 4 dan 5.Pada tahun yang sama pula,Lion Air pun
membuka rute penerbangan ke Lampung.
Sejak tahun 2013 dimulailah renovasi
tahap pertama dari Bandar Udara Radin Intan II.Renovasi ini dianggap kurang
sempurna karena hanya mengubah sedikit saja dari bentuk asli bandara ini. Pada
tahun 2014 kembali diadakan perluasan apron sehingga Bandara Radin Intan II
dapat menampung 6 pesawat secara bersamaan.
Lalu pada 2015 dilanjutkan lagi
dengan konstruksi taxiway C dan perluasan apron,sehingga apron dapat menampung
7 pesawat secara bersamaan. Disaat Menteri Perhubungan Ignasius
Jonan melakukan kunjungan kerja ke Lampung,Jonan mengatakan
bahwa Bandara Radin Intan II harus dibenahi dan dibongkar total. Pada akhir
2015,maskapai Wings Air kembali membuka rute penerbangan
ke Lampung.
Pada tahun 2016,akhirnya dilakukan
renovasi besar-besaran di bandara ini (Selengkapnya lihat: Perluasan
bandara).Salah satu bagian dari perluasan pada tahun 2016 ini adalah kembali
diadakannya perluasan apron dan konstruksi taxiway D,sehingga kapasitas apron
meningkat dari 7 pesawat menjadi 8 pesawat,bahkan bisa menampung 10 pesawat
dalam kondisi darurat.Selain itu landasan pacu kembali diperpanjan dari 2.500
M’ x 45 M’ menjadi 3.000 M’ x 45 M’ agar dapat dimasuki pesawat berbadan lebar.
Ketika perluasan sudah selesai, beberapa maskapai seperti Garuda Indonesia dan
Lion Air mulai menambah frekuensi penerbangan ke Lampung.
Pada tahun 2017,maskapai
penerbangan Batik Air mulai membuka penerbengan ke
Lampung dengan pesawat Airbus A320,di mana ini merupakan debut perdana
A320 di bandara ini sejak perluasan pertama pada tahun 2004. [2]
Pada akhir tahun 2018 Bandara ini
ditingkatkan menjadi bandara internasional, pemerintah memberi waktu selama 6
bulan sejak diterbitkanya surat resmi peningkatan untuk otoritas bandara
mempersiapkan segala keperluan untuk penerbangan internasional seperti imigrasi,
bea dan cukai serta penambahan terminal 2 internasional yang akan dibangun
tahun ini.
Pada tanggal 8 Maret 2019, Bandara
ini diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo menjadi
bandara internasional, dengan menandatangani prasasti berbarengan dengan
peresmian Bandar Udara Silampari di Lubuk Linggau.
Pada 14 Oktober 2019 Pengelolaan
Bandara Radin Inten II oleh AP II diresmikan. Dalam perjanjian kerjasama.
Tepatnya antara Ditjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan dan PT Angkasa
Pura II (Persero). Perjanjian itu tentang Kerja Sama Pemanfaatan (KSP) Barang
Milik Negara pada Bandara Kelas I Radin Inten II Lampung.
Perluasan
Bandara
Pemerintah Provinsi
Lampung dan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan
(Kemenhub) sejak Juni 2012 telah menandatangani MoU tentang pengembangan dan
pembangunan Bandar Udara Internasional Radin Intan II Lampung.
MoU bernomor G/454/III.06/HK/2012 dan HK.201/1/14/DRJU-2012 itu dijadikan dasar kedua
belah pihak untuk mengembangkan bandara terbesar di Provinsi
Lampung tersebut menjadi bandara bertaraf internasional.
Targetnya, rencana pengembangan ini rampung pada Tahun 2017.
Transportasi Darat
·
Taksi
·
Puspa
Jaya Taxi
·
Bus
Rapid Transit (BRT)
Bandar Udara Internasional Juanda
|
|
·
ICAO: WARR
·
WMO: 96935
|
|
Informasi
|
|
Jenis
|
Publik
|
Pemilik
|
|
Pengelola
|
|
Melayani
|
|
Lokasi
|
|
Dibuka
|
·
Struktur
pada 1960
·
7
Februari 1964 (Terminal Domestik)
·
24
Desember 1990 (Terminal Internasional)
·
15
November 2006 (Terminal 1, Penerbangan Domestik)
·
14
Februari 2014 (Terminal 2, Penerbangan Domestik dan Internasional)
|
·
Citilink
·
Lion Air
|
Bandar Udara Internasional Zainuddin Abdul Madjid
Zainuddin
Abdul Madjid International Airport
|
|
·
IATA: LOP
·
ICAO: WADL
·
WMO: 97240
|
|
Informasi
|
|
Jenis
|
Publik
|
Pemilik
|
|
Pengelola
|
|
Melayani
|
|
Lokasi
|
|
Dibangun
|
2006–2011
|
Ketinggian dpl
|
319 kaki / 97 m
|
Bandar Udara Internasional Kualanamu
Kualanamu
International Airport
|
|
·
IATA: KNO
·
ICAO: WIMM
·
WMO: 96035
|
|
Informasi
|
|
Jenis
|
Publik
|
Pemilik
|
|
Pengelola
|
|
Melayani
|
|
Lokasi
|
|
Dibuka
|
25 Juli 2013
|
·
Lion Air
·
Susi Air
|
|
Ketinggian dpl
|
7.01 m / 23 kaki
|
Operator
|
Rute
|
Lokasi
|
Damri
|
Plaza Medan Fair
|
|
Almasar
|
Jalan Cemara
|
|
ALS
|
Jalan Ring Road
|
|
ALS
|
Binjai Super Mall
|
Binjai
|
Paradep
|
Jalan Sutomo
|
|
Almasar
|
Kabanjahe
|
|
Trans Medan
|
Jalan Pisang Raya
|
Bandar Udara Internasional Soekarno–Hatta
Soekarno–Hatta
International Airport
|
|
·
IATA: CGK
·
ICAO: WIII
·
WMO: 96749
|
|
Informasi
|
|
Jenis
|
Publik
|
Pemilik
|
|
Pengelola
|
|
Melayani
|
|
Lokasi
|
|
Dibuka
|
01 Mei 1985
|
·
Citilink
·
Lion Air
·
Nam Air
|
|
Ketinggian dpl
|
32 kaki / 10 m
|
Terminal
|
Gerai
lapor-masuk |
Pengambilan
bagasi |
Gerbang
|
1A
|
25
|
5
|
7
|
1B
|
25
|
5
|
7
|
1C
|
25
|
5
|
7
|
2D
|
25
|
8
|
7
|
2E
|
25
|
8
|
7
|
2F
|
25
|
5
|
7
|
3
|
244
|
13
|
28
|
Total
|
394
|
49
|
70
|
Langganan:
Postingan (Atom)
-
Jenis - jenis Jembatan Secara umum tentang jembatan Pengertian jembatan secara umum adalah suatu konstruksi yang berfungsi untuk m...
-
Download disini